Genta / Bajra
Genta/Bajra
sudah menjadi salah satu alat upacara penting bagi umat Hindu khususnya di Indonesia
sejak dahulu sekali. Keberadaannya sudah sangat umum tampak pada setiap upacara
yang dipimpin oleh seorang Pemangku (Pinandita/Pendeta) maupun oleh pendeta
tinggi (Sulinggih). Disini penulis mengangkat judul ini berdasarkan beberapa
tulisan yang ada di beberapa laman internet dan mencoba menyatukan beberapa hal
penting yang dirasa perlu untuk saling melengkapi.
Menurut tulisan pada laman baliexpress.jawapos.com https://baliexpress.jawapos.com/read/2017/08/13/7318/sejarah-genta-dari-keroncongan-sapi-menebar-getaran-magis
Genta menurut legenda, diawali dari suara keroncongan
sapi yang ada di pegunungan Himalaya, India. Suara keroncongan sapi tersebut
diyakini mampu mengantarkan permohonan para penggembala kepada para dewa,
terutama pada saat sapi sedang menggeleng-gelengkan kepalanya.
Hampir serupa dengan di India. Dikisahkan bahwa ketika
Danghyang Nirarta atau Danghyang Dwijendra yang juga disebut Pedanda Sakti Wawu
Rauh, mengadakan perjalanan dharmayatra keliling Bali. Beliau bertemu dengan
seorang pengalu (pedagang) yang sedang menuntun kuda. Pada leher kuda tersebut
dikalungkan keroncongan yang suaranya sangat merdu dan indah sekali.
Pendeta ini sangat kagum dengan suara keroncongan yang
melingkar di leher kuda itu. Saking tertariknya Beliau dengan suara keroncongan
kuda tersebut, lalu mencoba memintanya kepada pengalu. Sang pengalu pun merasa
sangat berbahagia memenuhi permintaan pendeta itu.
Setelah menerimanya, Pedanda Sakti Wawu Rauh lalu
menyucikan keroncongan tersebut. Kemana pun beliau pergi selalu dibawanya
dengan tujuan untuk meningkatkan daya batin beliau dalam usahanya untuk
menyatukan diri dengan para dewa.
"Keroncongan yang telah suci dan disakralkan itu
kemudian dinamakan genta dan diwariskan secara turun-temurun kepada
sisyanya," tutur Mangku Satra.
Secara religius, lanjutnya, Genta dipandang sebagai
senjata Dewa Iswara yang berkedudukan di arah timur, dengan aksara Sang (Sa),
aksara suci pertama Dasaksara.
Sebagai senjata Dewa Iswara, maka genta tersebut sangat
disakralkan, dan karena itu tidak boleh dipergunakan oleh sembarang orang.
Genta hanya boleh dipergunakan oleh mereka yang sudah mawinten, sudah disucikan
secara niskala oleh pendeta.
Dalam setiap upacara yadnya, tentu sering kali didengar
adanya suara genta. Boleh jadi tidak banyak orang memperhatikan apa yang dapat
diharapkan dari suara Genta itu. “Sebenarnya yang diutamakan dari genta sebagai
pengiring pujastawa adalah getaran magis spiritualnya,” urainya.
Sebagaimana sudah dijelaskan suara Genta adalah stana Ida
Sanghyang Widhi. Karena itu, bunyi Genta sebenarnya merupakan pertanda, bahwa
Ida Sanghyang Widhi sedang berada di tengah-tengah umat. “Kuat lemahnya getaran
magis spiritual genta tersebut tergantung dari tingkat kesucian dan kekuatan
batin orang yang membunyikannya,” papar Mangku Satra.
Benda ini jika dipegang dan digunakan dengan tangan kiri
(bagi Sulinggih berpaham Siwa) bernama Genta. Jika dipegang dan digunakan
dengan tangan kanan (bagi Sulinggih berpaham Budha) bernama Bajra.
Banyak yang mengartikan bahwa Bajra adalah bahasa
halusnya Genta. Namun, nyatanya benda ini tidak mempunyai ‘bahasa halus’ dan
‘bahasa kasar’ karena benda ini benda sakral dan suci.
Dalam Lontar Kusumadewa disebutkan saat melaksanakan
tugas, pemangku patut menggunakan Genta, karena denting suara genta sebagai perwujudan ‘bayu’, ucapan
mantram sebagai perwujudan ‘sabda’, dan konsentrasi pikiran sebagai perwujudan
‘idep’ dari konsep ‘Tri-guna’ yaitu hakikat anugerah Ida Sanghyang Widhi Wasa
kepada manusia. Anugerah itulah yang patut disyukuri dan dipersembahkan ke
hadapan-Nya ketika pemangku memuja Beliau.
Dalam Lontar Prakempa disebutkan, bahwa bunyi, suara mempunyai kaitan erat
dengan panca mahabhuta yang masing-masing memiliki warna dan suara, kemudian
menyebar ke seluruh penjuru bumi, dan akhirnya membentuk sebuah lingkaran yang
disebut pangider bhuana.
Selanjutnya penulis
ambilkan dari laman Pasraman Ganesha Brahmacari Ashram http://www.pasramanganesha.sch.id/2016/01/riwayat-dan-fungsi-genta-dalam-ritual.html
Fungsi Genta
Fungsi dan peranan Genta dapat menjadi lebih jelas, dengan menyimak arti dari Mantra Ngaskara
Genta berikut ini :
Om Omkara Sadasiwa sthah
jagatnatha hitangkarah
abhiwada wadanyah
ghanta sabda prakasyate
Om Ghanta sabda maha srestah
Omkara parikirtitah
Chandra nada bhindu nadantam
spulingga Siwa tattwan ca
Om Ghantayur pujyate dewah
abhawya bhawya karmasu
wara dah labdha sadeyah
wara siddhir nih sansayam
Artinya :
Pranawa Om adalah tempat bersemayamnya Siwa
Penguasa Agung yang menciptakan alam semesta
yang menjelma menjadi alunan suara genta
Dentingan suara genta yang merupakan Pranawa Om
melambangkan ardha chandra, bindu, nada dan nadanta
Nada adalah percikan api Siwa yang juga Siwa sendiri
Bunyi suara genta hendaknya dipuja seperti siwa
karena memuja Siwa dalam mengerjakan apapun
Pahala yang akan diperoleh sangat besar
bagi mereka yang melakukannya tanpa ragu.
Arti mantra di atas menjabarkan Alunan suara genta
sesungguhnya adalah tempatnya Om. OM atau AUM atau Ang Ung Mang atau Brahma
Wisnu Siwa yang juga sebagai alam semesta. Jadi dalam suara genta itulah Sang
Hyang Widhi bersthana. Karena itu melalui suara genta itulah umat semestinya
memuja Ida Sang Hyang Widhi tanpa ragu, karena pahalanya sangat besar.
Seorang Pinandita semestinya yakin dan percaya bahwa
setiap melaksanakan pujastawa dengan mempergunakan genta, Ida Sang Hyang Widhi
selalu berada disampingya dan karena itu harus melakukan tugasnya tanpa ragu.
Pada bagian ketiga penulis mencoba menampilkan beberapa
rincian lebih detail pada bentuk fisik dari Bajra / Genta tersebut berkaitan
dengan susunannya dan keterkaitannya dengan aksara maupun cakra.
GENTA PINARA PITU : NADA BRAHMAN
Seluruh sistem agama Hindu dan Filsafat Hindu didasarkan
pada ilmu tentang vibrasi yang disebut nada brahman (Donder, 2005: 74).
Demikian pula halnya dengan suara genta sulinggih bisa juga disebut dengan nada
brahman yang kemudian bervibrasi membentuk beraneka-ragam nada / suara yang
dipakai dalam gambelan Bali.
Selanjutnya perkembangan ajaran filsafat Siwa dan Buddha
dalam dimensi lima memiliki kesamaan, sehingga apabila di interpretasikan dalam
bentuk empat kuku kawang dan satu lingga/pusuh cepaka akan mendapatkan
formulasi sebagai berikut :
Skema Asosiatif Genta sebagai Sebuah Tanda
Gambar di atas merupakan imajiner dari pemahaman fungsi
asosiasi genta. Dimulai dari sulinggih yang menyuarakan genta. Sulinggih
berperan sebagai penanda atau yang memberikan tanda dalam bentuk suara genta
yang kemudian di dengar oleh manusia di alam bwah loka, bhuta kala di alam bhur
loka dan dewa-dewa di alam swah loka. Masing-masing kelompok yang ada pada tri
loka mengasosiasikan tanda atau těngěran (bahasa Jawa Kuno) sebagai pertanda
adanya upacara.
Skema Integrasi
yang Bersumber dari Asosiatif Genta
Berdasarkan upacara yang berlangsung, genta memiliki
beberapa fungsi praktis diantaranya :
1. Fungsi sebagai alat komunikasi dan
menghantarkan persembahan umat
2. Fungsi praktis sebagai alat konsentrasi
Apabila bentuk genta dengan aksara ongkara pranawa
dibandingkan akan ditemukan adanya persesuaian bentuk dan makna. Nāda ( ) disesuaikan dengan lingga/pusuh cepaka,
windu ( O ) diposisikan pada pangkal lingga yang menyatukan ke-empat kuku
kawang, ardha candra ( ) disesuaikan
dengan dua kuku kawang dalam posisi horizontal, sedangkan angka tiga ( O )
diposisikan sama dengan tangkai dan bogem genta, apabila hal pendekatan
tersebut digambarkan akan terlihat seperti:
Gambar di bawah ini akan memudahkan pemahaman terhadap
makna genta sebagai penyatuan tiga konsep arah pemujaan yang direalitakan
dengan kehidupan di sebuah gunung.
Penelitian oleh para ahli terhadap bunyi, banyak
menghasilkan teori-teori yang sangat membantu kehidupan manusia dalam bidang
ilmu filsafat. Khususnya bidang kosmologi, lahir sebuah teori yang dikenal
dentuman besar atau ledakan mahadasyat (big bang), yang sangat dibanggakan oleh
dunia barat. Sebenarnya dalam kosmologi Hindu hal tersebut sudah lebih dulu
diungkapkan pada zaman Weda oleh para Rsi, walaupun dengan cara pandang dan
gaya bahasa yang berbeda namun prinsip-prinsip dasarnya sama, yaitu teori big
bang memandang bahwa semua zat (citta dan triguna) dalam prosesnya dahulu
menjadi berbentuk suatu massa yang padat, yang menyerupai sejenis atom raksasa
(hiranyagarbha), kemudian massa itu meletus (mahāswara, nāda, om) membentuk
bola api (Brahmā). Selanjutnya, materi ledakan lainnya yang terpencar membentuk
gugusan tata surya. Sedangkan esensi, asal dari semua zat yang disebutkan dalam
teori big bang belum dapat diuraikan melalui sains, hal itu hanya bisa
dijelaskan melalui sudut pandang agama.
Pada Mikrokosmos, suara genta pinara pitu disamakan
dengan tujuh cakra yang terdapat dalam tubuh manusia di sekitar merudanda, yang
dikenal dengan sapta cakra, yang mengandung pancaran energi ke-Tuhanan. Berikut
gambar posisi cakra utama yang disesuaikan dengan badan fisik :
Pada esensi puncak dari suara genta pinarah pitu
merupakan penyatuan purusa-pradana yang disebut dengan prana-pramana-tiga,
yaitu suara Ongkara, sapta ongkara, nawa pranawa yang kemudian digambarkan
sebagai berikut :
Sumber Gambar:
Granoka, 1998: 44
Pada bagian ketiga ini penulis rangkum dari tulisan pada
laman https://ibgwiyana.wordpress.com/2012/04/12/kamahatmianan-genta-pinara-pitu/
Dengan maksud lebih fokus kepada penyajian Genta / Bajra itu sendiri sebagai
kelengkapan alat upacara. Penjabaran tentang aksara, nada, warna dan cakra
sendiri terdapat pada tulisan buku
tersendiri bahkan tertuang dalam betuk
cerita yang sangat menarik bagaimana 7 nada dalam diri manusia diperdengarkan
sebagai “Katikelaning Genta Pinara Pitu”
Dapat disimpulkan bahwa sangatlah penting peran Genta /
Bajra dalam sebuah upacara yang dipimpin baik oleh seorang Pinandita maupun
Sulinggih berpadu dengan mantram mengalun dalam vibrasi cosmic dalam pencapaian
tujuan dari pelaksanaan upacara.
Nb.
Nb.
Posting Komentar untuk "Genta / Bajra"
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, kritik maupun saran berkaitan dengan artikel diatas secara positif. Umat dapat berpartisipasi mengirimkan artikel melalui admin untuk melalui tahap moderasi sebelum tayang. Terima kasih atas partisipasi anda.