Pedoman Pitra Yadnya
PEDOMAN
PITRA YADNYA
- Dasar
- Surat Parisada Hindu Dharma Indonesia Nomor : 0198/Parisada-P/XI/2004 tanggal 5 Nopember 2004 yang menetapkan Susunan Mantra Pitra Puja untuk doa bersama saat menghadiri acara kematian.
- Surat Direktur Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha Departemen Agama Republik Indonesia Nomor DJ.B/Dt.V.II/5/BA.03.1/1718/2004 tanggal 10 Nopember 2004, yang menetapkan susunan Mantra Pitra Puja seperti yang ditetapkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia sesuai dengan suratnya tersebut di atas.
- Untuk memperlancar dan demi ketertiban dalam pelaksanaannya disusunlah pedoman pelaksanaan Pitra Puja ini agar dapat dijadikan acuan dalam rangkaian pelaksanaan upacara kematian (Pitra Yadnya).
- Pendahuluan
Dalam Pustaka
Bhagawadgita Adhyaya II Sloka 57
terdapat uraian yang menyatakan bahwa bagi semua mahluk hidup yang lahir
kematian adalah tentu, bagi yang mati kelahiran adalah pasti, dan ini adalah
tidak terelakkan karenanya siapapun tidak patut bersedih hati. Demikianlah
salah satu wejangan Sri Kresna kepada Arjuna dalam arena pertempuran yang
terjadi di Medan Kuruksetra.
Walaupun kematian
adalah suatu kepastian bagi setiap mahluk yang mengalami kelahiran, setiap
kematian selalu terjadi kesedihan, karena dunia ini memang diliputi “tresna”
keterikatan yang membelenggu setiap orang. Istri sayang suami, suami sayang
istri, anak sayang orang tua, orang tua sayang anak, setiap orang mempunyai
kesayangan dengan dunia ini, demikian pula penghuni badan ini (sang atma)
sayang dengan badannya. Kesedihan selalu timbul saat ditinggalkan oleh yang
disayangi.
Kematian adalah saat
terpisahnya badan jasmani dengan sang atma yang merupakan hakekat hidup.
Walaupun atma sudah terlepas dari badan jasmani ada kalanya ia masih diikat
oleh Sutratma (tali enerji) dengan badan jasmaninya. Biasanya setelah kematian,
ia akan berdiri disamping badan jasmaninya dan dapat merasakan keadaan di
sekitarnya, walaupun ia tidak dapat berkomunikasi lagi.
Selama proses
melepas badan etheris ini yaitu badan halus yang membungkus atma biasanya
terjadi suatu pandangan kembali secara cepat terhadap semua kejadian yang
pernah dialami selama kehidupan yang ia jalani. Pengulangan secara cepat semua
pengalaman hidupnya sekarang seolah-olah merupakan rekaman riwayat hidupnya
yang menggambarkan semua hubungan-hubungan antara peristiwa-peristiwa yang
dialami, merupakan babak terakhir dari suatu proses panjang yang telah bekerja
selama hidupnya. Dan ia yang meninggal
akan mengerti bahwa ia tidak bisa berkomunikasi dengan keluarga atau kawannya
di alam fisik. Ia sadar bahwa ia kini menggunakan badan halus dan tidak mungkin
dapat mengadakan hubungan dengan dunia fisik. Pengalaman ini biasanya sangat
membingungkan sehingga dari dalam dirinya timbul harapan untuk mendapat
pertolongan. Pada saat-saat seperti itu biasanya pertolongan datang dari para
sanak keluarga dan teman-teman sejawat yang lebih dahulu meninggal dan telah
memasuki alam halus. Mereka akan hadir
didorong oleh hubungan cinta kasih untuk menyambut para pendatang baru yang
akan memasuki alam halus.
Selepas dari badan
fisik atma hidup dengan badan etheris badan halus yang masih serupa dengan
badan fisik ini, kadang-kadang tidak lama setelah mati badan etheris itu tampak
kelihatan oleh handai taulannya tidak jauh dari jasadnya karena tidak mempunyai
kesadaran badan etheris itu tidak dapat berbicara atau berbuat sesuatu. Badan
etheris ini sering pula dikenal sebagai hantu kuburan karena tampak
melayang-layang di atas makam, atau tampak seperti menangis setelah jasadnya
dikuburkan. Biasanya tampak dekat makamnya atau kadang-kadang dapat pula ke
tempat lain. Lama kelamaan badan etheris itu juga akan hancur seperti halnya
badan fisik ini.
Ada kalanya badan etheris itu sangat
kuat, sehingga proses meninggalnya dapat terganggu, akibatnya si individu yang
meninggal itu tetap bisa hidup lama di lingkungan dunia fisik tetapi masih
dengan badan etheris ini. Hal ini dapat terjadi pada orang-orang yang memiliki
kelekatan sangat kuat dengan benda-benda duniawi, walaupun sudah mati ia masih
ingin untuk bisa hidup bergelimang dengan benda-benda duniawi. Karena ia hidup
dengan badan etheris maka dunia fisik ini dan benda-benda duniawi itu semakin
lama tampak samar-samar. Keadaan seperti ini akan membuatnya semakin bingung
dan semakin terasa tersiksa.
Pertolongan yang
dapat diberikan oleh sanak keluarga yang masih hidup adalah mengantarkannya
dengan Pitra Puja, untuk mententramkan sang atma dan agar melepaskan diri dari
ikatan duniawi ini dan masuk ke alam halus atau alam astral. Itulah perlunya
doa Pitra Puja diucapkan saat mengunjungi kerabat yang meninggal. Selain itu
dapat pula melantunkan bait-bait kekawin
terutama yang diambil dari
Itihasa Ramayana maupun Mahabharata
misalnya yang menguraikan kesucian dari Tirtha Pancaka Tirtha atau
Kepahlawanan para putra-putra Draupada dalam Bharatayudha. Dapat pula
melantunkan Kekawin-kekawin yang memaparkan perjalanan atma pada saat-saat
meninggalkan badan fisik ini, pembacaan bait-bait kekawin itu diyakini mampu
memberi ketentraman.
Walaupun jenasah
telah dimakamkan atau diperabukan sering terjadi pihak keluarga masih diliputi
kesedihan dan tetap teringat dengan yang sudah meninggal. Hal ini juga dapat
mengikat dan menarik yang telah meninggal itu untuk tidak segera memasuki alam
halus. Untuk penghiburan keluarga yang ditinggalkan dan meneruskan mengantar
sang pitara, pitra puja masih perlu dilaksanakan di rumah duka. Pitra puja akan
sangat bermanfaat bila dilaksanakan dengan ikhlas oleh para kerabat- kerabat dekat bersama-sama dengan sanak keluarganya.
- Tata Cara Pitra Puja
Pitra Puja
dilaksanakan pada saat melayat orang yang baru meninggal dan setelah dimakamkan
atau setelah diperabukan. Pada saat
melayat dilakukan sendiri-sendiri, sedangkan pelaksanaan di rumah duka setelah
pemakaman atau perabuan dilaksanakan bersama-sama.
- Pitra Puja di rumah duka pada saat melayat sendiri atau
berkelompok
1) Duduk atau berdiri di bagian arah
kaki, atau disamping jenazah
2) Cakupan tangan di depan dada dekat
ulu hati
3) Boleh juga menggunakan dupa (hio),
dijepit dalam cakupan tangan
4) Ucapkan pitra puja dengan tenang,
menghadap jenazah
- Pitra puja saat jenazah masih di rumah duka.
1). Manggala Upacara Pinandita
dengan memakai gnitri.
2). Puja Tri sandhya kalau
bertepatan waktunya.
3). Pitra Puja.
4). Siwa Japa
5). Kidung atau kekawin indik
Pelayon.
c. Pitra Puja bersama di rumah duka
setelah pemakaman atau
perabuan.
1) Pitra Puja bersama dipimpin oleh
seorang Manggala
Upacara atau seorang
pinandita, dengan perlengkapan japa
mala atau ganitri.
2) Sarana upacara terdiri dari
minimal 1 tanding segehan nasi cacah, dupa dan 1 tanding punjung.
3) Setelah mempersembahkan segehan di
halaman rumah, punjung di ruang upacara, barulah Pitra Puja dimuai.
a. Puja Tri Sandhya, dipimpin
Manggala Upacara, dilaksanakan hanya kalau waktunya bersamaan dengan waktu Puja
Tri Sandhya.
1). Asana, ambil
salah satu sikap duduk atau berdiri sesuai keadaan. Sikap tangan langsung
amusti karana di depan ulu hati, ucapkan mantram “OM PRASADA STITHIH SARIRA
SIWA SUCI NIRMALA YA NAMAH” di dalam hati.
2) Pranayama, mengendalikan keluar
masuknya nafas untuk menenangkan diri.
(a)
Puraka,
menarik nafas sambil dalam hati mengucapkan mantram :
OM ANG NAMAH artinya, Om sanghyang Widhi dalam wujud Brahma Maha Pencipta yang
hamba hormati.
(b)
Kumbaka,
menahan nafas sambil mengucapkan mantram dalam hati : OM UNG NAMAH artinya Om
Sanghyang Widhi dalam Wujud Wisnu Maha pemelihara yang hamba hormati.
(c) Recaka,
mengeluarkan nafas sambil dalam hati mengucapka mantram : OM MANG NAMAH artinya
Om Sanghyang Widhi dalam wujud Siwa Maha Pemralaya yang hamba hormati.
3) Kara sodhanam, menyucikan tangan.
(a)
Tangan
kanan di atas tangan kiri mantram OM SODHAMAM SVAHA artinya : Om Sanghyang
Widhi semoga sucikan tangan hamba.
(b) Tangan kiri di atas tangan kanan
mantram Om ATI SODHAMAM SVAHA artinya Om Sanghyang Widhi semoga sucikan tangan
hamba.
4) Tangan kembali amusti karana, lalu
dilanjutkan dengan mengucapkan mantram
:
(a) OM, OM OM BHUR BHVAH, SVAH, TAT SAVITUR VARENYAM BHARGO DEVASYA
DIMAHI, DHIYO YO NAH PRASCHODAYAT.
(c)
OM
NARAYANA EVEDAM SARVAM YAD BUTHAM YACCA BHAVYAM, NISKALANKO NIRANJANO
NIRVIKALPO, NIRAKYATAH SUDDHO DEVO EKO, NARAYANAH, NA DVITIYO ASTI KASCIT.
(d) OM TVAM SIVAS TVAM MAHADEVAH, ISVARAH PARAMESVARAH,
BRAHMA VISNUS CA RUDRAS CA, PURUSAH PARIKIRTITAH.
(e)
OM PAPO`HAM PAPAKARMAHAM, PAPATMA
PAPASAMBHAVAH, TRAHI MAM PUNDDARIKAKSA, SABHAHYABYANTARAH SUCIH.
(f)
OM KSAMSVAMAM MAHADEVAH, SARVAPRANI HITANKARA,
MAM MOCA SARVA PAPEBHYAH PALAYASVA SADASIVA.
(g) OM KSANTAWYAH KAYIKO DOSAH,
KSANTAWYO WACIKO MAMA, KSANTAVYO MANASO DOSAH, TAT PRAMADAT KSAMASVAMAM. OM
SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM
Terjemahannya :
(a) Om Sanghyang Widhi penguasa Tri
Buana ini, yang maha suci dan sumber segala kehidupan, sumber segala cahaya,
semoga Hyang Widhi melimpahkan pada hati nurani kami penerangan sinar
cahayanya, yang maha suci.
(b) Om Sanghyang Widhi, dari Sanghyang Widhilah
segala yang sudah ada yang akan ada di alam ini berasal dan kembali nantinya, Hyang
Widhi adalah gaib, tidak berwujud, mengatasi segala kebingungan, tidak
termusnahkan, Hyang Widhi adalah Maha cemerlang, Maha Suci, Maha Esa, tidak ada
duanya.
(c) Om Sanghyang Widhi Wasa Engkau
disebut Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma, Wisnu, Rudra adalah mula
dari segala yang ada, demikian Hyang Widhi dipuja selalu.
(d) Om Sanghyang Widhi, hamba ini
penuh dengan kenestapaan, jiwa hamba nestapa, perbuatan hambapun penuh dengan
kenestapaan. Om Sanghyang Widhi selamatkanlah hamba dari segala kenestapaan
ini, semoga dapatlah disucikan lahir dan batin hamba.
(e) Om Sanghyang Widhi ampunilah hamba
oh penyelamat semua mahluk, lepaskanlah hamba dari kenestapaan ini, tuntunlah
hamba, selamatkan dan lindungilah hamba oh Hyang Widhi Wasa.
(f) Om Sanghyang Widhi Wasa ampunilah
dosa yang dilakukan oleh badan hamba, ampunilah dosa yang keluar dari kata-kata
hamba, ampunilah kelalaian hamba.
Om Sang Hyang Widhi Wasa,
anugerahkan kedamaian, kedamaian, kedamaian selalu.
a. Pitra puja
(1)
Manggala
Upacara memberikan kata pengantar untuk melaksanakan Pitra Puja.
(2)
Manggala
Upacara mengucapkan mantra-mantra pitra puja, diikuti oleh para peserta dengan
tenang, sampai selesai.
a.
Om
Svargantu pitaro devah, svargantu pitaro ganam Svargantu pitara sarvaya, Namah
Swada
b.
Om
Moksantu pitaro devah, moksantu pitara ganam Moksantu pitarah sarvaya, Namah
Svada
c.
Om
Sunyantu pitaro devah, Sunyantu pitaro ganam Sunyantu pitarah sarvaya, Namah
Svada
d. Om Bhagyantu pitaro devah,
Bhagyantu pitaro ganam bhagyantu pitarah sarvaya, Namah Swada
e.
Om
Ksamantu pitaro devah, Ksamantu pitaro ganam Ksamantu pitarah sarvaya Namah
Svada
Artinya :
a. Om Hyang Widhi semoga atmanya
mendapat tempat di surga, semoga
semua atma suci mendapat tempat di surga, sembah hamba hanyalah kepada Hyang
Widhi dan hormat hamba kepada semua atma suci.
b. Om Hyang Widhi semoga atmanya
mencapai moksa, semoga semua atma suci mencapai moksa, sembah hamba hanyalah
kepada Hyang Widhi dan hormat hamba kepada semua atma suci.
c. Om Hyang Widhi semoga atmanya
mendapat ketenangan,
sembah
hamba hanyalah kepada Hyang Widhi dan hormat hamba kepada semua atma suci.
d. Om Hyang Wdhi
semoga atmanya mendapat kebahagiaan sejati,
semoga semua atma suci dianugrahi kebahagiaan yang sejati, semoga semua atma
suci dianugrahi kebahagiaan yang sejati, sembah hamba hanyalah kepada
Hyang Widhi dan hormat hamba kepada semua atma suci.
e. Om Hyang Widhi semoga atmanya mendapat
pengampunan,semoga atma suci dibebaskan segala dosanya, sembah hamba hanyalah
kepada Hyang Widhi dan hormat hamba kepada semua atma suci.
(3)
Hening
sejenak,
(Mohon atma yang meninggal
tersebut segera menyatu kepada Hyang Widhi dan bebas dari karma buruknya).
(4)
Paramasanti
Om Santih, Santih, Santih Om
c. Melaksanakan Siwa Japa
(1) Manggala Upacara memberikan kata
pengantar untuk melaksanakan Siwa Japa.
(2) Manggala Upacara mempergunakan
Japa Mala (Ganitri).
(3) Manggala Upacara mengucapkan
mantra Om Namah Siwaya, setiap menggeser satu biji mala, dan diikuti oleh
peserta.
(4) Dilakukan terus menerus sampai
selesai satu putaran.
(5) Pada saat biji mala yang keseratus
delapan Manggala upacara mengucapkan aksara Om,
dengan panjang sebagai tanda akan selesai.
(6) Siwa Japa selesai ditutup dengan
pengucapan Puja Parama Santi.
d. Darma wacana untuk pembekalan dan sekaligus
penghiburan bagi keluarga, dengan tema pemahaman tentang kematian, atau alam
kehidupan setelah mati. Dharma wacana ini dapat disampaikan langsung oleh
Manggala Upacara atau orang yang dipersiapkan.
e. Puja Parama Santi
Setelah Dharma wacana
selesai upacara pitra puja ditutup oleh Manggala Upacara dengan Puja Parama
Santi bersama seluruh peserta.
4.Penutup
Posting Komentar untuk "Pedoman Pitra Yadnya"
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, kritik maupun saran berkaitan dengan artikel diatas secara positif. Umat dapat berpartisipasi mengirimkan artikel melalui admin untuk melalui tahap moderasi sebelum tayang. Terima kasih atas partisipasi anda.