SARASWATI DEWINYA PARA LELUHUR
PENDAHULUAN
Dewi Saraswati dikenal luas sebagai Dewinya Ilmu Pengetahuan. Saraswati telah banyak dibicarakan dalam berbagai literatur, dengan symbol-simbol yang ada pada-Nya. Saraswati sebagai sinar Brahman memiliki fungsi sebagai sumber pengetahuan karenanya la adalah pengetahuan itu sendiri. Oleh karena itu untuk memahami Saraswati lebih tepat jika kita lebih tekun pada bidang ilmu masing-masing, karena semua ilmu merupakan karunia sekaligus perwujudan-Nya.
Sebagai Shakti Brahma, Dewi Saraswati meruapakan sumber ilmu pengetahuan. Stuti Stawa menyatakan beberapa cabang ilmu utama yang melekat sebagai anugrah Dewi Saraswati:
veda-śāstra-puränakam
kalpa-siddhīni tantrāni,
tvat-prasādāt samārabhet
Terjemahan:
Dengan keanggunanMu (sese-) orang boleh menjalankan / melakukan studi (pendalaman) atas syair-syair, tatabahasa, logika (ilmu mantik) (sang Kitab) Veda, peraturan-peraturan tatatertib (disiplin). (sang) Purāna-purāna, dan (sang) Tantra-tantra dari adat dan pengetahuan yang sempurna. (Stuti Stawa, 542-543).
Salah satu penemuan penting di Kota Bontang adalah ditemukannya sebuah Arca Dewi Saraswati pada tahun 2002. Arca ini kini menjadi bagian Pura Buana Agung Kota Bontang yang ditempatkan pada bangunan Gedong Saraswati. Dalam penelitian berjudul Yupa sebagai Yantra Pemujaan Shiwa ditemukan Implikasi religius shaktisme, berupa pemujaan Dewi Saraswati di Kota Bontang (Adnyana, 2023:434).
Pemujaan Saraswati ini berkaitan dengan pemujaan Brahma atau Siwa Pasupati di wilayah Kutai. Ini sekaligus menguatkan kebenaran bahwa pada era Kutai Muara Kaman atau Martapura dengan agama Siwa Pasupatanya mengagungkan Dewa Brahma yang kemudian juga dipuja sebagai Siwa Pasupati atau Sang Hyamg Ayu (Adny ana, 2023:3 17-3 18). Dalam budaya Kutai Sang Hyang Ayu berkaitan dengan pemujaan kepada leluhur dalam upacara adat yang disebut Erau atau Cerau. Sehingga Dewi Saraswati bukan hanya dikenal sebagai Dewi lImu Pengetahuan tetapi sebagai Dewinya Leluhur.
Dari uaraian pendahuluan diatas, ada beberapa pokok permasalahan mendasar yang perlu digali,
antara lain:
- Mengapa Arca Dewi Saraswati di Pura Buana Agung Kota Bontang di Puja sebagai Dewinya Leluhur?
- Bagaimanakah proses pemujaan Dewi Saraswati di Pura Buana Agung Kota Bontang sebagai Dewinya Leluhur?
- Apakah implikasi dari pemujaan Dewi Saraswati di Pura Buana Agung Kota Bontang sebagai Dewinya Leluhur?
II. PEMBAHASAN
2.1.Arca Dewi Saraswati di Pura Buana Agung Kota Bontang di Puja sebagai Dewinya Leluhur
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pemujaan Dewi Saraswati di Pura Buana Agung Kota Bontang berkaitan dengan pemujaan Leluhur atau dikatakan sebagai Dewinya Leluhur.
2.1.1. Sejarah Singkat Ditenmukannya Arca Dewi Saraswati Di Pura Buana Agung Kota Bontang.
Sebulan sebelum ditemukan Arca Saraswati ada seseorang yang bertirtayatra dari tampaksiing mengatakan aka nada arca sebagai tapak pelinggih sanghyang aji saraswati. Sebelun arca itu furun seorang pemangku pura mengalami kerauhan bahwa ada leluhurnya yang akan datang namun seluruh umat tidak tanggap apa arti semua itu (Bagiarta, 2010:30-31).
Setelah dilakukan penelusuran tentang waktu berdasarkan Kalender Bali, hari jumat bertepatan dengan tilem sehari sebelum saraswati adalah pada tanggal 6 september tahun 2002. Tanggal 7 September 2002 tepat dini hari pk. 02,00 wita muncul sinar putih kebiru-biruan disebelah timur yang kira pesawat jatuh. Atas petunjuk Mbah Sarono dicarilah pada sebuah kolam di utara Pura dan ditemukan arca Dewi saraswati berbahan perunggu.
Di samping arca juga ditemukan peninggalan lain berupa keramik berwarna hijau yang ditemukan tepat pada tumpek wariga, yang diperkirakan tempat permandian arca Dewi Saraswati (Bagiarta, 2010:14). Berdasarkan catatan pribadi peristiwa itu terjadi pada tanggal 24 mei 2003 atau bertepatan hari tumpek wariga ditemukan sebuah keramik warna berbentuk baskomn dengan gambar ikan searah jarum jam yang kemudian digunakan sebagai sarana nyiramang arca pada saat piodalan. Keramik ini ditemukan oleh Mbah Sarono barat laut Pura Buana Agung, konon dalam posisi melayang diudara.
Tidak lama kemudian tanggal 14 Juni 2003 atau purnama Sadha bertepatan dengan tumpek landep. Tepat saat kramaning sembah terdapat fenomena unik yaitu cahaya kilatan halilintar turun dari langit tepat berada dibelakang Padmasana padahal saat itu terang bulan dan sangat cerah.
Setelah ditelusuri berdasarkan petunjuk Mbah Sarono ditemukan kembali satu perangkat peralatan yang merupakan perlengkapan Dewi saraswati disebelah selatan pura, berupa bokor tembaga, dengan motif teratai berkelopak delapan dan swastika terbalik. Satu buah mangkok warna putih dengan merk Mastric disertai aksara jawa, dan satu mangkok berwarna abu-abu. Pada akhirnya arca ini dibuatkan gedong pesimpenan pada tanggal 29 Juni 2003. Saat itulah di putuskan odalan atau upacara dilaksanakan setiap hari saraswati (Adnyana, 2010:26).
Ada beberapa hal penting yang menjadi perhatian dari beragam peristiwa diatas antara lain:
- Penemuan Arca Dewi Saraswati di Pura Buana Agung Bontang berkaitan dengan pemujaan Leluhur.
- Waktu penemuan Arca berdasarkan Kalender Bali masih di hari Jumat Tilem Sasih Ka Tiga tahun Saka 1924, wuku Watugunung.
- Ditemukan Baskom Keramik berwarna Hijau dengan Motif tiga ekor ikan Pada Hari Sabtu 24 mei 2003 atau bertepatan hari tumpek wariga, pangelong 9 sasih Jyesta Tahun 1925 Saka
- Ditemukan bokor tembaga (Sangku Tambak Raja), mangkok warna putih dengan merk Mastric disertai aksara jawa, dan satu mangkok berwarna abu-abu pada tanggal 14 Juni 2003 atau purnama Sadha tahun 1925 Saka bertepatan dengan tumpek landep.
2.1.2. Dewi Saraswati Dewinya Leluhur Di Dalam Weda.
Berkaitan dengan pemujaan leluhur yang ada di Kutai terdapat bangunan Skambha atau Kambha, yang merupakan sarana pemujaan Brahıma-Pasupata, yang oleh masyarakat sekitar disebut Lesong Batu tempat para leluhur pertama tertua di Kalimantan Timur. Seperti diketahui Brahma adalah leluhur umat Manusia (Adnyana, 2023:1 12).
Selain nama Hiranyagarbha, Brahma juga discbut sebagai prajấpatih Penguasa Kehidupan yang misterius, dan leluhur semua makhluk. (Atharva Veda X-7.4 1), Sebagai Brahma yang tertinggi Skambha berada pada pusatnya dunia (Atharva Veda X-7.38). Hal ini menunjukan Brahma sebagai sentrum dari segala keberadaan. Dengan warna keemasan sangat sesuai dengan keadaan Yupa yang diselimuti dengan kain kuning. Dalam setiap acara adat masyarakat Kutai juga dominan dengan ornamen warna kuning (Adnyana, 2023:133).
Dengan adanya Arca Dewi Saraswati di Pura Buana Agung Kota Baontang semakin memperjelas bahwa implikasi dari adanya pemujaan Brahıma atau Swa Pasupati di wilayah Kutai adalah diterimanya pemujaan Dewi Saraswati. Hal ini tidak mengherankan karena Dewi Saraswati adalah Shakti dari Dewa Brahma. Ini sekaligus menguatkan kebenaran bahwa pada era Kutai Muara Kaman atau Martapura dengan agama Siwa Pasupatanya mengagungkan Dewa Brahma yang kemudian juga dipuja sebagai Siwa Pasupati atau Sang Hyang Ayu. (Adnyana, 2023:317-3 18). Dalam Atharva Weda Brahma discbut juga dengan Prajapati di puja dalam perwujudan Skambha atau tiang penyangga alam semesta:
skambhám tám brühi katamáh svid evá sáh
Terjemahan:
Katakan padaku, siapakah Skambha itu, yang padanya Prajāpati dengan kokoh mendirikan dan menegakkan seluruh dunia? (Atharva Veda X-7.7).
Pilar dengan bumi sebagai dasarnya tertuang dalam Skambha Sukta: "Hormatilah Dia, Brahma tertinggi itu, yang dasarnya adalah bumi, Perutnya udara, yang menjadikan langit sebagai kepalanya". (Atharva Veda X-7.32). Shakti Dewa Brahma yaitu Dewi Saraswati dikatakan sebagai Dewinya para leluhur, seperti dalam Reg Weda XI. 17. 8 berikut:
Svadhabhir devi pitrbhir madanti
Asadyasmin barhisi
Madayas vanamiva isa adhehy asme
Artinya:
Saraswati yang Ilahi, yang mengendarai kereta yang sama dengan para Pitra dan yang berkenan bersama mereka beserta persembahan , duduk diatas rumput suci, berkenan atas persembahan kami, maka berikanlah kami makanan berlimpah (Sayanacarya, 2009:689).
Dari petikan mantra Weda diatas Dewi Saraswati kekal adanya, dengan kendaraan yang sama dengan Pitra dan berkenan bersama para Pitra. Dewi Saraswati ketika dihubungkan dengan Pitra digambarkan duduk diatas rumput suci. Dengan demikian kedekatan antara Dewi Saraswati dan para leluhur telah ada dijaman Weda yang diabadikan dalam mantra suci diatas. Dewi Saraswati sebagai shakti dari pencipta alam semesta merupakan asal mula dari segala yang ada. Dalam Reg Weda XI. 17.9 selanjutnya disebutkan:
Daksina yajnam abhinaksamanah
Sahasrargham ilo atra bhagam
Rayas posam yajamanesu dhehi
Artinya:
Saraswati yang diundang oleh para Pitra saat memutari arena persembahan disebelah kanan, berkenan memberikan bagian makanan yang mencukupi ribuan orang, dan kekayaan yang berlimpah (Sayanacarya, 2009:690).
Petikan mantra diatas menunjukkan bahwa para leluhurlah yang mengundang Dewi Saraswati untuk memutari arena persembahan, Memutari arena persembahan dalam tradisi Hindu di Indonesia secara umum dilaksanakan pada saat piodalan yang disebut murwa daksina, Dewi Saraswati berada disebelah kanan dari para Pitra. Dewi Saraswati pula dipuja sebagai Dewinya kemakmuran yang memberikan anugrah makanan berlimpah.
2.1.3. Dewi Saraswati Dewinya Leluhur Di Dalam Upanisad dan Purana.
Sejalan dengan Atharva Veda yang menjadikan bumi sebagai dasarnya, Brhad'aranyaka Upanişad 6.42 menyatakan bahwa Prajapati menciptakan Dewi Satarupa yang merupakan perwujudan Shakti dari Brahma: "Dan Prajà-pati berpikir sesaat dalam diri-Nya: dan kemuđian berkata: "Kesinilah akan Ku buatkan dasar yang kokoh untuknya (Dewi Satarupa)." Begitulah la (Prajapati) menciptakan perempuan. Setelah menciptakannya, Dia menempatkanny a di bawah" (Donder, 2019). Didalam Upanisad Bhagawad Gita Prajapati adalah Pencipta dan penguasa makhluk ciptaan:
saha-yajñāh prajāh srstvā purovāca prajāpatih, anena prasavişyadhvam esa vo 'stv işta-kāma-dhuk
"Prajāpati Brahmā Sang Pencipta dan Penguasa makhluk-makhluk ciptaannya menciptakan urmat manusia dengan Yajnya dan dengan ini, 'Berkembangłah dengan cara yang sama dan raihlah segala kenikmatan yang kau dambakan" (B.G.: III. 10).
Dalam Matsya Purana Dewa Brahma, setelah menciptakan manasa putra-Nya, tidak begitu puas dengan karya ciptaan-Nya. Dia mulai menyusun beberapa rencana yang akan melanjutkan pekerjaan penciptaan dan akan membebaskan-Nya dari tugas itu. Dia mulai memanggil Gayatri, dan setelah beberapa waktu dewi Gayatri, yang dikenal dengan nama berbeda, "Satarupa, Savitri, Sarasvati, Brahmi, muncul dalam wujud seorang gadis dari setengah bagian tubuh Brahma yang pada pandangan pertama secara keliru mengambilnya sebagai putri-Nya.
Setelah itu, Sang Pencipta, melihat wujud kecantikan yang luar biasa itu, dipancarkan dengan cinta dan berulang kali diucapkan, "Bentuk yang mempesona! " (Matsyapurana IIl. 30-33). Satarupa sangat cantik sehingga Brahma ingin menikahinya. Satarupa mengelilingi Brahma dan menunjukkan sikap hormat. Agar Brahma dapat memandang Satarupa dari segala arah akhirnya Brahma memiliki lima wajah (Matsyapurana, II35-4 1 ) yang dikenal sebagai Panca Brahma.
Brahma, terbakar oleh nafsu, menikah dengan Satarupa dan mulai melewati hari-harinya dengan kenikmatan di dalam bunga teratai. Dia menikmati kebersamaan dengan Savitri selama seratus tahun, dan kemudian Manu lahir dari mereka (Matsyapurana, III. 43-44). Manusia pertama ini adalah Svayambhu Manu, yang karena kedekatannya dengan Brahma, juga disebut Adipurusa (manusia pertama), Keturunan Svayambhu Manu berlipat ganda dan Vairaja ada di antara mereka (Matsyapurana, II.45-46). Seluruhnya empat belas Manu, milik keluarga Svayambbu Manu. "O, Raja Vaivasvata Manu," kata Sang Bhagavā, "Kamu adalah yang ketujuh dari kumpulan terakhir Manu."IIL47.
Dalam Gita IV.1 dinyatakan bahwa Vivasvān sebagai penguasa Matahari merupakan guru dari para manu. "Ajaran tentang) Yoga ini pernah Ku-ungkapkan kepada Vivasvān, Penguasa Matahari; Vivasvāãn menyampaikan kepada Manu. leluhur manusia di bumi; dan Manu mengajarkannya kepada (Raja) Iksvāku" Dengan demikian dinasti Surya yang ada dibumi mengaitkan dirinya dengan Brahma dan Satarupa yang meniliki nama lain Gayatri, Saraswati, Sawitri, atau Brahmani. Semua makhluk lahir dari kandungan Brahmna-Satarupa, dimana Prajapati Brahma dalam perwujudan Skambha adalah sang penuang dari benih emas Jagat raya. "Hiranyagarbha (benih keemasan) asal muasal segala sesuatu sebagai yang tertinggi" (Atharva Veda X-7.28).
Warna emas adal ah warna ciptaan pertama dari Brahma yang bersumber dari kandungan Brahma itu sendiri. Jadi Dewi Satarupa yang lahir dari Brahma memiliki warna emas. Dia sebagai yang pertama ada dan bersama Brahma terciptalah semua makhluk. Dewi Saraswati adalah ibu bagi semua yang ada, karenanya ia patut dipuja sebagai leluhurnya leluhur. Warna emas (kuning) inilah yang diabadikan menjadi warna sakral dalam masyarakat adat Kutai yang dikatakan sebagai warna leluhur dan menjadikan Sang Hyang Ayu sebagai leluhur yang tertinggi. Sang Hyang Ayu dalam lontar Kusumadewa merupakan nama lain Siwa Pasupati yang juga terdapat dalam puja Panca Pasupati (dengan lima wajah Brahma).
III. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Dewi Saraswati yang dikenal luas sebagai Dewinya Imu Pengetahuan adalah juga sebagai Dewinya leluhur. Dari proses penemuan arca menunjukkan bahwa Dewi Saraswati di Pura Buana Agung berhubungan dengan pemujaan Leluhur. Hal ini juga diperkuat dengan sumber-sumber sastra seperti yang tertuang dalam Reg Weda XI. 17. 8, Reg Weda XI. 17.9; dalam Brhadaranyaka Upanisad 6.4.2 menyatakan bahwa Prajapati menciptakan Dewi Satarupa; Upanisad Bhagawad Gita sebagai Shakti Prajapati;
Dalam Matsya Purana dan Brahmanda Purana sebagai Dewi Satarupa yaitu leluhur Manu; dalam tradisi Kutai berkaitan dengan Sang Hyang Ayu atau Bhatara Pasupati dengan Shaktinya Dewi Saraswati. Konsep Dewi Saraswati sebagai leluhur sesuai dengan “Shiwa Pitra Rupam" Konsep Leluhur dan Tuhan didalamn Stuti Stawa.
Oleh : I Gede Adnyana S.Ag, M.Sos
Posting Komentar untuk "SARASWATI DEWINYA PARA LELUHUR"
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, kritik maupun saran berkaitan dengan artikel diatas secara positif. Umat dapat berpartisipasi mengirimkan artikel melalui admin untuk melalui tahap moderasi sebelum tayang. Terima kasih atas partisipasi anda.